Skip to content
finanzaseticas

finanzaseticas

finanzaseticas

  • Home
  • Inspirasi
  • Travel
  • Berita Utama
  • Franchise
  • Konglomerasi
  • Startup
  • Toggle search form
  • Baru Dilantik Jadi Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono Jago Bisnis? ekonomi
  • Kisah Lima Sekawan Pendiri Bina Sarana Informatika Group entrepreneur
  • FI Powerboat Danau Toba Buat Balige Sejajar Monako dan Abu Dhabi ekonomi
  • BRI Life Berikan Asuransi Gratis dalam Program Mudik Sehat BUMN ekonomi
  • Kolaborasi Toyota-Daihatsu Episode 2 Uncategorized
  • Non-Muslim Dapat THR Lebaran Nggak Ya? Ini Jawabannya Financing
  • Sri Mulyani Bertemu Menkeu Singapura, Bahas Potensi Investasi di RI ekonomi
  • Harga Batu Bara Bulan Mei Turun Jadi USD275,64/Ton ekonomi

Kiat Sukses Mengembangkan Bisnis Resto, Obonk Steak Group

Posted on October 18, 2011 By admin No Comments on Kiat Sukses Mengembangkan Bisnis Resto, Obonk Steak Group


Daripada menjadi ekor naga, lebih baik menjadi kepala ular. Filosofi ini yang mendasari keputusan Sugondo menggelindingkan usaha sendiri. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta, ini sebelumnya sempat berkarier di beberapa perusahaan, termasuk sebagai bankir di Bank Majapahit. Namun ia memilih mendirikan usaha sendiri di bisnis resto. Setelah beberapa kali gagal, Sugondo dan keluarganya sukses mengembangkan jaringan bisnis resto khusus steak. Gerainya tersebar di berbagai kota besar. 


 Keputusan Sugondo berwirausaha terbukti tak salah. Dibantu anak-anaknya, ia sukses mengembangkan bisnis restotan steak. Malah, tak berlebihan bila kini ia dijuluki si Raja Resto Steak. Pasalnya, jumlah gerai resto steak yang ia kelola bersama anak-anaknya mencapai lebih dari 60, yang tersebar di berbagai kota besar. Usaha resto steak keluarganya kini dikonsolidasi dalam bendera Obonk Steak Group. Maklum, selain mengembangkan gerai resto Obonk Steak, Sugondo juga punya Waroeng Steak, Kampoeng Steak dan Spiring Resto.

Bagi Sugondo, bisnis resto steak merupakan klimaks dari pengembaraannya mencari peluang bisnis yang paling pas buat dirinya. Ya, perjalanan karier dan kewirausahaannya cukup berliku. Ia pernah lama tinggal di Jakarta, karena memang bercita-cita bisa meraih sukses di kota metropolitan ini. 

Tak mengherankan, begitu lulus dari Untar pada 1970-an, ia langsung bekerja di Bank Majapahit. Ia sempat berkarier tujuh tahun di bank swasta ini. Lepas dari bank itu, ia gonta-ganti pekerjaan, hingga akhirnya memutuskan mendirikan perusahaan jasa konstruksi, PT Trindo Bahana Sarana. Namun, bisnis ini hanya dilakoninya selama lima tahun.

Karena merasa bisnisnya tak bisa berkembang di Jakarta, pada 1986 ia menutup perusahaannya itu dan memilih hijrah ke kota istrinya, Solo. Di kota ini, suami Ninik Mulyani ini mencoba mengembangkan bisnis garmen dengan memproduksi pakaian wanita. Untuk mendukungnya, ia pun membuka butik yang diberi nama Jasmine Fashion. Selain itu, karena melihat ada peluang empuk, Sugondo juga menggarap bisnis hiburan malam dengan membuka diskotek. 

Hanya dalam setahun, tiga diskotek didirikannya di kota keraton itu: Freedom, Nirwana dan Solo Diskotik. Cerdiknya, untuk mendirikan ketiga distotek tersebut, ia tak mengeluarkan modal sedikit pun karena menggandeng orang lain yang punya uang. “Saya merasa beruntung pernah tinggal lama di Jakarta sehingga hanya menjual ide dan mendapatkan 10% saham,” katanya.

Namun, pada tahun 2000 ia memutuskan menjual semua bisnis hiburan tersebut. Alasannya, tak sesuai dengan hati nuraninya. Ia mengaku, awalnya ingin mengembangkan konsep rumah musik yang sehat, bebas dari minuman beralkohol. Namun dalam perjalanannya, ia tak bisa mengontrol. “Rasanya sekarang sudah plong, karena tidak punya beban lagi,” katanya lepas.

Selain diskotek, kala itu ia juga mendirikan resto & pub untuk kalangan menengah kota Solo, bernama Aquarius. Di sinilah ia seperti mulai menemukan arah untuk pengembangan bisnisnya, yang ternyata kelak mengubah kehidupan keluarganya. Di resto Aquarius, steak menjadi menu andalan karena banyak penggemarnya walau harganya terbilang mahal. Naluri bisnis Sugondo muncul. 

Ia menemukan ide berekspansi dengan mengembangkan resto khusus steak. Hanya saja, ia ingin membuat steak dengan harga lebih terjangkau agar penjualannya makin bagus. Pendeknya, ia ingin menjadikan steak makanan yang digemari masyarakat dan terjangkau kantong mereka. “Kalau bisa murah, kenapa harus mahal!” serunya.


Bacaan Lain: 

  • Kisah Sukses Resto SS, Modal Rp 9 Juta, Kini Punya Puluhan Outlet
  • Strategi restrukturisasi hutang korporasi
  • Cara-Cara Efektif Untuk Melakukan Efisiensi Perusahaan
  • Yang Harus Dipersiapkan Sebelum Perusahaan Go Public (IPO)


  • Pada pertengahan 1990-an itulah, Sugondo mendirikan resto khusus steak. Bapak empat anak ini terus mencari ramuan yang pas, agar makanan Barat ini bisa diterima lidah orang Indonesia dan dijual dengan harga yang terjangkau masyarakat luas. Karena itu, juga ia memperkenalkan slogan citra “Menu bintang lima, harga kaki lima”. Kalau di kebanyakan resto seporsi steak dijual sampai Rp 75 ribu, Sugondo bisa menjual jauh lebih murah. “Di restoran atau hotel memang mahal, karena banyak komponen biaya yang harus kita tanggung,” ungkapnya. “Tapi, meskipun kami jual murah, keuntungan sudah lumayan.”

    Resto steak yang didirikannya pertama kali bernama Casper Steak. Namun, antara harapan dan kenyataan masih belum ketemu. Casper Steak bisa disebut gagal menarik konsumen seperti yang diharapkan. Ia pun terpaksa menutup restonya yang baru seumur jagung. “Di kalangan masyarakat awam, kayaknya masih melekat image yang kuat bahwa steak adalah makanan mahal dan khusus buat orang berduit,” tutur lelaki yang sekarang selalu berkopiah ini.

    Meski Casper Steak yang dibukanya di Solo gagal, Sugondo tak putus asa. Pada tahun yang sama, ia mencoba menggapai keberuntungan di Yogyakarta. Kali ini, konsep yang ia jual agak berbeda. Ia menawarkan konsep kafe, dengan menu utama steak. Meski berlokasi di Yogya — tepatnya di kawasan Pasar Kembang, dekat Malioboro — ia memberi nama resto/kafe steak-nya Kafe Solo. Sasaran yang ingin digaet memang wisatawan asing yang sering kongko di tempat itu.

    Namun, lagi-lagi Sugondo harus menelan pil pahit. Nasib Kafe Solo tak lebih bagus daripada Casper Steak, sehingga juga terpaksa ditutup karena kurang direspons konsumen. Wisatawan asing yang diharapkan datang, ternyata tak melirik sama sekali. Wisatawan atau konsumen lokal pun enggan masuk. “Kami gagal karena salah konsep dan salah membidik konsumen,” kata Sugondo menyimpulkan. Menurutnya, ia menghabiskan dana lumayan besar ketika mendirikan Kafe Solo. Namun lagi-lagi, hal ini tak membuatnya patah arang. Semangat membuka resto steak terus membara. Hanya saja, karena keterbatasan dana, ia merasa harus mengubah strategi bisnisnya.

    Setelah gagal dengan dua resto steak-nya tadi, Sugondo lalu mendirikan Obonk Steak. Namun, jangan dibayangkan sama dengan dua resto sebelumnya. Pasalnya, Obonk Steak tak menempati bangunan yang representatif, hanya menumpang di emperan butik Jasmine Fashion di depan Samsat Yogya. Ini dilakukan karena ia sama sekali tidak memiliki dana untuk sewa toko/rumah. Namun tanpa diduga sebelumnya, Obonk Steak justru dibanjiri konsumen.

    • Cari perusahaan yang berjalan baik untuk diakuisisi sahamnya


    Ia pun mulai menangani upaya pemasaran secara serius. Otak bisnisnya kembali menggagas inovasi. Untuk mengedukasi pasar, ia menyebar leaflet. Ternyata, cara ini cukup efektif. Pelan tapi pasti, konsumen terus berdatangan. “Dalam waktu tiga bulan, kami sudah bisa menutup biaya operasional, sesuai dengan target kami,” katanya bangga.

    Karena perkembangan Obonk Steak yang begitu menggembirakan, tak sampai setahun kemudian, tepatnya pada 1995, ia membuka cabang di Solo, bekerja sama dengan adik iparnya. Dengan strategi pemasaran yang sama seperti yang dikembangkan di Yogya, cabang di Solo juga mengalami pertumbuhan bagus.

    Sejak awal, Obonk Steak dirancang untuk membidik pasar menengah-atas. Hanya saja, harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan dengan steak yang dijual di resto atau hotel umumnya. Kendati begitu, menunya yang disediakan cukup beraneka: ribs, tenderloin, black pepper, tender pepper, T-bone, gindara, cumi, hot tuna, dan lain-lain. Selain itu, juga dilengkapi dengan aneka pasta, sup, salad sayuran, aneka minuman jus, es krim, soft drink dan hot drink. Bahan utama steak, yakni daging, disediakan dua jenis: lokal dan impor. Konsumen tinggal pilih sesuai dengan selera dan kemampuan kantongnya. Untuk lokal, steak dijual Rp 18-24 ribu/porsi, sedangkan steak daging impor Rp 23-46 ribu/porsi.

    Dengan konsep seperti itu, Sugondo berhasil mengembangkan bisnis resto steak-nya. Ia pun sukses membimbing keempat anaknya mengembangkan bisnis yang sama. Waroeng Steak, Kampoeng Steak dan Spiring Resto, adalah nama-nama resto steak yang dikembangkan anak-anak Sugondo. “Mereka tampaknya sudah enjoy jadi pengusaha,” katanya.

    Terhitung sejak tiga tahun lalu, Sugondo tak lagi terlibat langsung dalam bisnis resto tersebut. Namun, bukan berarti ia lepas tanggung jawab sama sekali. “Tugas saya hanya sebagai konsultan dan motivator, selain itu juga menandatangani kontrak kerja sama dengan pihak lain. Anak-anak yang mengelola, saya bosnya,” ujar lelaki kelahiran Surabaya ini sambil tertawa lepas. Obonk Steak memang jadi training ground anak-anak Sugondo dalam menjalankan bisnis ini. Sekarang, pengelolaan resto ini telah diserahkannya kepada mereka.

    Dari hasil pernikahannya dengan Nanik Mulyati, Sugondo dikaruniai empat anak: Jody Brotoseno, Jonet Herjuno, Joyce Silawati dan Jarot Jatmiko. Dari keempat anak itu, yang ke-2, 3 dan 4, diserahi tugas memegang kendali Obonk Steak. Sementara Jody, alumni Arsitektur Atma Jaya, Yogya, sejak 2002 punya bisnis steak sendiri dengan bendera Waroeng Steak. Jumlah gerainya cukup banyak, kejar-kejaran dengan Obonk Steak. “Sebelum buka Waroeng Steak, saya banyak belajar dari Bapak dalam mengelola Obonk Steak,” kata Jody.

    Dalam pengelolaan Obonk Steak, dilakukan pembagian tanggung jawab di antara anak-anak Sugondo. Permbagiannya per wilayah. Jonet mengelola gerai Obonk Steak di Jawa Timur (Surabaya, Malang) dan Bali (Denpasar). Alumni Akademi Uang dan Bank ini sekarang tinggal di kota kelahiran bapaknya, Surabaya. Joyce, putri satu-satunya, tinggal di Solo, kebagian tugas mengelola Obonk Steak wilayah Jawa Tengah dan DI Yogya. Mahasiswi Publisistik Universitas Negeri Sebelas Maret Solo ini juga bertanggung jawab atas kelangsungan bisnis garmen Jasmine Fashion yang didirikan orang tuanya di kotanya pencipta lagu Bengawan Solo, Gesang, itu. 

    Adapun si bungsu, Jarot, semenjak duduk di bangku SMA di Jakarta sudah dipercaya mengelola Obonk Steak di sekitar Jabotabek dan Jawa Barat. Yang menarik, jumlah gerai di wilayah pengawasan Jarot cukup banyak karena ada di beberapa kawasan, seperti di Cinere, Bogor, Depok, Buaran dan Jatiwaringin.

    Selain menginspirasi anak-anaknya berbisnis, selama ini Sugondo juga telah banyak memberikan lapangan pekerjaan bagi keluarga besarnya dengan melibatkan mereka sebagai manajer gerai. Contohnya, Abiyan T.H. yang menjadi manajer Obonk Steak di Jogya, adalah adik kandung istri Sugondo. Jika tidak ada keluarga, mereka menyerahkan pekerjaan kepada orang luar yang dipercaya.

     “Kebanyakan yang menjabat sebagai manajer memang masih keluarga sendiri,” ujar Abiyan. Namun, untuk tertib administrasi dan manajemen, setiap manajer di gerai dibantu tiga kepala bagian: keuangan, belanja dan stok barang. Masing-masing memiliki tanggung jawab sendiri yang tidak boleh dirangkap. ”Tujuannya untuk mengantisipasi kebocoran karena yang pegang uang tidak boleh belanja sendiri, sedangkan yang bertugas mengontrol persediaan stok barang juga ada bagian sendiri,” tutur Sugondo.

    • Persiapan dan Langkah Sebelum Perusahaan Go Public (IPO)
    • Djohar Tobing, Wirausahawan Yang Sukses Memproduksi Alat-Alat Pertanian



    “Virus” wirausaha tampaknya makin kuat di tubuh keluarga Sugondo. Setelah Jody sukses dengan Waroeng Steak, sang adik juga berusaha mengikuti jejaknya. Belakangan Joyce membuka Spiring Cafe. Sementara Jonet yang ada di Surabaya, mengibarkan bendera Kampoeng Steak tiga tahun lalu. Jumlah gerai Kampoeng Steak baru 9, tersebar di Ja-Teng dan Ja-Tim.

    Tidakkah mereka khawatir akan saling berebut konsumen? Rupanya, untuk mencegah munculnya persaingan yang tidak sehat, sudah ada kesepakatan antara Jody dan adik-adiknya untuk tidak saling mengganggu pasar masing-masing. Jody dengan Waroeng Steaknya yang sudah mapan agaknya cukup rela memberi ruang gerak kepada adik-adiknya untuk berkembang. Misalnya, ia tidak akan membuka cabang di kota yang lebih dulu dimasuki Kampoeng Steak. “Mereka bikin kesepakatan sendiri, saya tidak campur tangan,” ucap Sugondo soal pembagian wilayah bisnis anak-anaknya.

    Menurut Sugondo, di antara gerai resto steak yang dikelola keluarganya, yang berpotensi bersaing adalah Waroeng Steak dan Kampoeng Steak. Sebab, kedua resto ini memilik konsep yang sama: membidik pasar menengah dengan harga relatif terjangkau. Adapun Obonk Steak diposisikan untuk pasar menengah-atas. “Kalau Obonk ketemu Waroeng atau Kampoeng, tidak masalah,“ Sugondo menandaskan.

    Soal pengembangan usaha, awalnya Sugondo lebih banyak mengembangkan cabang dengan mengajak berkongsi keluarga dekat, termasuk anak-anaknya. Sejak 2004, ia mengajak pemilik modal lain untuk bergabung menjadi mitra. Ia juga telah mengembangkan model waralaba (franchise). Saat ini ada tiga cabang yang dikembangkan dengan cara waralaba, salah satunya di Batam. Kini untuk mendapatkan hak waralaba Obonk Steak, cukup disediakan modal Rp 75 juta. Dana ini untuk franchise fee Rp 50 juta, dan untuk penyediaan peralatan Rp 25 juta.

    Selain warabala, tidak sedikit juga yang hanya sekadar urun modal lalu menerima keuntungan bersih setiap bulan. Ada pula yang menyediakan tempat dan peralatan lengkap. “Kami cukup buat perjanjian di notaris saja, berapa modal yang ditanam dan berapa keuntungan yang dibagikan. Yang jelas, keuntungan yang didapat di atas bunga bank,” kata Sugondo menjamin. 

    Dengan model pengembangan seperti itu, kini Obonk Steak telah merambah berbagai provinsi, antara lain Ja-Teng, DI Yogya, DKI Jakarta, Ja-Bar, Ja-Tim, Bali, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Hingga September lalu, total cabang Obonk ada 28. “Tahun ini, kami berencana membuka empat cabang lagi di Jakarta, Yogya, Bogor dan Makassar.”

    Diakui Sugondo, untuk membuka setiap cabang, ia membutuhkan modal yang lumayan besar. Apalagi, jika harus mengontrak rumah. Namun, bisnis ini ternyata cukup menarik investor karena sejauh ini cepat baik modal. Ia mengklaim rata-rata dalam tempo 7 bulan modal yang ditanam sudah balik. Namun ia mengakui, ada beberapa cabang yang harus ditutup dan pindah tempat karena tidak bisa berkembang dengan baik. 

    ”Biasanya karena kesalahan memilih tempat,” katanya menganalisis. Masih menurut Sugondo, gerai dikatakan baik bila setiap bulan bisa mendatangkan omset Rp 100-200 juta. Biasanya kalau ada gerai yang tiap bulan hanya menghasilkan omset tertinggi Rp 50 juta, pihaknya akan memberikan perhatian khusus ke gerai tersebut. Kini sebagian besar gerainya menghasilkan omset di atas Rp 100 juta.

    Sugondo punya patokan sendiri untuk melihat prospek sebuah gerai. Ia selalu melihat dalam jangka tiga bulan. Kalau tiga bulan pertama bagus, bisa dilanjutkan untuk dikembangkan. Namun kalau kurang menggembirakan, lebih baik ditutup saja. Ini kepercayaan yang didasarkan pada pengalamannya. Maka, bila pada bulan awal sepi, ia tidak mau melanjutkan pengembangan gerai. Itulah pula alasannya menutup dua bisnis resto pertamanya di Yogya sebelum menggarap Obonk Steak. “Daripada menanggung beban operasional, kita banting setir lagi saja dari awal,” Sugondo menekankan keyakinannya.

    Sekarang, Sugondo mengaku puas melihat perkembangan Obonk Steak. Apalagi, anak-anaknya pun sukses mengibarkan resto sendiri. Namun, yang lebih membuatnya terharu adalah kala ia mampu memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Saat ini gerai Obonk Steak saja menyerap sedikitnya 750 tenaga kerja. Waroeng Steak mempekerjakan ratusan karyawan. Mungkin saja, Kampoeng Steak dan Spiring Cafe akan menyusul keberhasilan kedua resto steak tersebut. *


    Kisah bisnis lain:

    • Kisah Dramatik Pendiri Hotel Syariah Pertama di Medan 
    • Pasangan Ini Sukses Membangun Jaringan Resto Takigawa
    • Kisah Sukses Pendiri Red Bean Resto
    • Kiprah Lima Sekawan Besarkan Bisnis Pendidikan BSI
    • Robin Wibowo dan Bisnis Furniture Mewah Veranda
    • Mengelola Bisnis Kampus Ala UGM
    • Teladan Kepemimpinan Di Balik Kebangkitan Perusahaan Tekstil Gistex
    • Strategi Sukses DataOn Memasarkan Aplikasi HR
    Uncategorized

    Post navigation

    Previous Post: Orang Miskin Ditendang Dari Universitas
    Next Post: Kolaborasi Toyota-Daihatsu Episode 2

    Related Posts

    • Trikomsel-Lenovo Luncurkan Smartphone Mid Market Uncategorized
    • Kinerja Pelindo I Tumbuh Baik, Pendapatan dan Laba Tetap Meningkat Di Tengah Sulitnya Ekonomi Global Uncategorized
    • Let Us Invest in Indonesia’s Sustainable Palm Oil Uncategorized
    • Metta Murdaya: Kembangkan Bisnis Skin Care Herbal High End di AS Uncategorized
    • Indonesia Need Foreign Investors Uncategorized
    • Secrets to Boost Restaurant Sales and Increase Customer Loyalty Uncategorized

    Leave a Reply Cancel reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Archives

    • June 2024
    • March 2024
    • January 2024
    • March 2023
    • February 2023
    • January 2023
    • December 2022
    • November 2022
    • October 2022
    • July 2022
    • June 2022
    • May 2022
    • April 2022
    • October 2016
    • September 2016
    • August 2016
    • December 2015
    • January 2015
    • August 2014
    • July 2013
    • August 2012
    • November 2011
    • October 2011
    • June 2011
    • April 2009
    • March 2009

    Categories

    • agar menang tender alkes
    • akuisisi perusahaan alkes
    • angus resto
    • aplikasi enterprise
    • bekerja keras
    • beli perusahaan
    • Berita Utama
    • Billy Hartono Salim
    • bisnis alat kesehatan
    • bisnis alkes
    • bisnis hotel
    • bisnis resto
    • bisnis restoran
    • bisnis tenda
    • BSI siap kerja
    • budidaya arwana
    • budidaya ikan
    • Capital Market
    • cara menjual alkes
    • cari investor asing
    • cari investor luar negeri untuk kerjasama
    • cari mitra investor bisnis
    • cari pemodal private
    • CEO
    • Cut Tari
    • DataOn
    • Deal Investment
    • definisi private equity
    • ekonomi
    • eksportir
    • eksportir ikan arwana
    • entrepreneur
    • entrepreneur sukses
    • ERP
    • Financing
    • Franchise
    • furnitur
    • furnitur mewah
    • hotel aman
    • hotel bagus medan
    • hotel madani
    • hotel nyaman
    • hotel syariah
    • hotel syariah medan
    • Inspirasi
    • investor non bank
    • kampus BSI
    • keunggulan BSI
    • Kiat Strategi
    • Kisah Entrepreneur
    • Konglomerasi
    • kredit non bank
    • malaysia
    • malaysia barons
    • malaysia entrepreneur
    • malaysia powerhouse
    • malaysia top enterprise
    • malaysia top rich
    • malaysia tycoon
    • memulai dari nol
    • mnajemen SDM
    • News In English
    • otomasi bisnis
    • pedagang ikan arwana
    • pemasaran alkes
    • pemasok hotel dan resto
    • pengertian private equity
    • pengusaha arwana
    • pengusaha daging
    • pengusaha furnitur
    • pengusaha gigih
    • pengusaha sukses
    • pengusaha ulet
    • pengusaha wanita
    • penjual ikan arwana
    • perusahaan alkes
    • Properti
    • restoran artis
    • restoran enak jakarta
    • restoran jepang
    • richestman malaysia
    • robin wibowo
    • Secret Garden Village
    • sejarah BSI
    • sistem prosedur investor private equity
    • software enterprise
    • software HR
    • software lokal
    • solusi enterprise
    • solusi TI
    • Startup
    • strategi pemasaran
    • SunFish
    • syahrul Gunawan
    • takigawa
    • Tool Solusi
    • Travel
    • Uncategorized
    • veranda
    • Warta Internasional
    • wisata agro
    • wisata bali
    • wulan guritno
    Aged Domain
    https://linkdewa89.net/
    dewa89
    pragmatic play

    Recent Posts

    • Bandara Naratetama di IKN Bisa Didarati Pesawat Berbadan Kecil Mulai 1 Agustus 2024
    • Pesawat Lion Air Berputar-Putar di Langit Binjai, Ini Penyebabnya
    • Apa Beda Business Class dan First Class di Pesawat?
    • Menko Luhut Rayu Korsel agar Terapkan Visa on Arrival untuk WNI!
    • Trigana Air Setop Penerbangan ke Dekai Papua Setelah Pesawat Ditembak KKB!

    Recent Comments

    No comments to show.
    Aged Domain
    agen slot online
    situs slot online
    slot gacor
    • Mendag Zulkifli Janjikan Segera Temukan Akar Masalah Minyak Goreng ekonomi
    • Cerita PNS Gadai SK untuk Kredit Rumah: Sisa Gaji Tinggal Rp1 Juta per Bulan ekonomi
    • Sepenggal Pengalaman dan Kesan Menginap di Hotel Mercure Ancol Uncategorized
    • Pensiunan PNS, TNI dan Polri Kini Bisa Lapor SPTB Secara Online, Cek Cara Lengkapnya ekonomi
    • Kisah Lima Sekawan Pendiri Bina Sarana Informatika Group entrepreneur
    • Kisah di Balik Sukses Veranda Furniture Inspirasi
    • Jaga Inflasi, Pemprov Jabar Siapkan Anggaran Rp 110 Miliar! Berita Utama
    • Fondasi Kinerja dan Pertumbuhan Solid, Pelindo I Sabet Rating AA Uncategorized

    Copyright © 2025 finanzaseticas.

    Powered by PressBook News Dark theme