Tanpa gembar-gembor, jaringan hotel Ibis (Ibis Family) sudah mereposisi konsep hotelnya dan melakukan sejumlah langkah revitalisasi. Mau tahu?
Bila 3-4 tahun lalu Anda pernah datang ke Hotel Ibis Slipi (Jakarta Barat) dan sekarang kembali ke hotel itu, pasti Anda akan mendapati pemandangan yang berbeda. Khususnya pada penampakan public area seperti front office dan ruang tunggu. Khususnya gaya desainnya yang lebih muda, dinamik, dan penuh warna-warni seperti tempelan halaman koran di ruang depan. Tak ubahnya ruang kerja tokoh spiderman dalam film superhero itu. Desain-desain kamar hotel juga berubah, dengan look and feel yang terasa lebih dinamis.
Pemadangan seperti sejatinya tak hanya terjadi di Ibis Slipi, namun juga di sejumlah hotel lain dalam keluarga Ibis (Ibis Family) yang dikelola Accor Group. Kalau Anda pergi ke Hotel Ibis Kemayoran atau Hotel Ibis Tamarin, misalnya, kondisinya setali tiga uang. Sudah berubah. Tak salah, diam-diam Group Accor memang telah melakukan benah-benah terhadap jaringan hotel Ibis di Indonesia. Jaringan operator hotel internasional itu, secara khusus membenahi dan meremajakan konsep bisnisnya untuk kelompok hotel yang menjadi andalannya di pasar hotel ekonomi itu.
“Program ini kami lakukan bukan karena ada masalah. Namun menindaklanjuti hasil riset internal kita,” ungkap Adi Satria, Vice President — Sales Marketing and Distribution Accor untuk Malaysia, Indonesia, dan Singapura. Ya, tiga tahun lalu tim internal Accor memang melakukan riset pasar guna mendalami apa kemauan konsumen hotel ekonomi. Temuan-temuan itu langsung ditindaklanjuti dengan melakukan sejumlah langkah penting dan massif pada semua jaringan hotel Ibis Family.
Diantara langkah utamanya, merapikan dan mengonsolidasikan seluruh hotel dalam keluarga Ibis dan mempertegas positioning masing-masing. Sebelumnya, dalam portolio Ibis Family terdapat nana brand hotel seperti Ibis, All Seasons, Ibis Budget, Ibis Style dan Formule 1. Masing-masing brand itu dipakai untuk beberapa lokasi hotel, kecuali Formule 1 yang hanya ada satu lokasi di Menteng, Jakarta Pusat. Total hotel Ibis Family saat dimulai program pembenahan mencapai 19 hotel, tersebar di 9 kota.
Nah, hotel-hotel itu kemudian dikelompokkan kembali (regroupping) menjadi tiga positioning hotel, yakni premium economy hotel, economy hotel dan premium budget hotel. “Untuk yang premium economy kita gunakan brand Ibis Style. Lalu, segmen ekonomi kita pakai brand Ibis, dan premium budget kita pakai brand Ibis Budget,” sebut Adi Satria yang juga bertugas sebagai regional director membawahi pasar Singapura, Malaysia dan Indonesia itu.
Karena hanya menggunakan tiga brand, maka brand hotel ekonomi diluar tiga brand itu kemudian diintegrasikan dan diganti namanya memakai salah satu dari tiga brand tersebut. Tak heran, untuk brand All Seasons yang bermain di segmen premium economy kemudian langsung diubah menjadi Ibis Style dan Formule 1 diganti menjadi Ibis Budget. “Di Bali misalnya, saat itu kita kelola tiga hotel All Seasons, sejak itu juga kita ubah nenjadi Ibis Style,” sebut Adi Satria yang meraih gelar Bachelor of Commerce, Accounting and Finance dari Macquarie University, Australia ini.
Masing-masing brand itu punya kriteria dan logo tersendiri. Untuk hotel premium economy yang mengusung brand Ibis Style contohnya, biasanya luas per kamar berkisar 21-23 meter persegi. “ Ambiance berbeda, dengan tampilan menonjolkan aspek desain,” katanya. Hal ini bisa dilihat di Ibis Style Malang yang mengggunakan tema desain buah apel Malang. Hal yang sama juga dijalankan di hotel-hotel Ibis Style di Bali yang selalu menekankan desain nuansa Bali.
Di segmen hotel Ibis Style, tarif hotel yang dibayar konsumen sudah mencakup semua layanan. “Untuk premium economny, all included, tamu nggak perlu nambah biaya lagi. Termasuk breakfast,” ungkap Adi Satria yang mengawali karir sebagai night auditor di Stamford Hotels & Resorts , Sydney (Australia) ini.
Sementara itu, untuk hotel Ibis (segmen economy hotel), biasanya punya kamar ukuran 17 -18 meter persegi. Sedangkan pada budget hotel (Ibis Budget) luas kamar 12,5 m2. Accor cenderung memilih memasukkan Hotel Ibis Budget sebagai premium budget hotel ketimbang budget hotel. “Karena di hotel kita ini semua yang layanan basic sudah disediakan, tidak perlu tambah uang lagi. Beda dengan hotel budget lain yang kalau mau pakai selimut atau pakai AC harus bayar lagi,” Adi Satria menyebut.
Dari sisi price positioning, sambung Adi, kisaran tarif kamar Ibis Style sekitar Rp 550-600 ribu. Lalu, untuk Ibis Hotel sekitar Rp 500 ribu dan harga Ibis Budget sekitar Rp 400 ribu. “Tarif tergantung banyak hal dan berubah-ubah mengikuti pasar di masing- masing daerah. Kita menggunakan pola dynamic pricing. Yang jelas harga ekonomi dari Accor, pasti diatas tarif hotel ekonomi lokal,” sambung Adi Satria. “Saya biasa menginap di hotel dan pindah dari kota ke kota untuk perjalanan dinas. Saya suka Ibis karena suasananya berbeda. Lebih dinamis, dan selalu ramai. Harga sih sedikit lebih mahal dibanding hotel dengan fasilitas serupa,” ujar Henri Setiawan, National Sales Manager sebuah perusahaan FMCG yang juga pelanggan Ibis Hotel.
Pembenahan di jajaran hotel Ibis Family bukan sebatas repositioning atau regrouping karena juga melibatkan pekerjaan revitalisasi masing-masing hotel, agar lebih sesuai tuntutan zaman dan konsep yang dibangun Accor. Tak heran bila di jaringan Ibis banyak dijumpai desain interior yang baru pada ruang publik seperti ruang lobby dan reception area. Sesuai temuan riset internal yang dilakukan, pembenahan di masing-masing hotel melibatkan 5 hal utama yang diinginkan konsumen. Yakni, menuju kearah fast chek-in fast check-out, penyediaan tempat tidur yang nyaman, keberadaan water shower yang baik (balancing hot-cold yang tepat dan mudah dipantau tamu), kecepatan dan ketersediaan akses internet Wi-Fi, dan ketersediaan breakfast yang baik.
Contohnya untuk kenyamanan tempat tidur, “kita luncurkan produk baru yang namanya Sweet Bed. Ini punya specific bedding requirement, disesuaikan kebutuhan pelanggan kami. Bahkan soal bed ini kita jadikan salah satu maskot untuk kelas ekonomi,” lanjut Satria. Kemudian untuk akses internet, Accor menggandeng beberapa key player penyedia akses internet seperti PT Telkom, agar menyediaan akses sesuai standar yang sudah ditargetkan manajemen Ibis. Tak hanya itu, untuk meraih “good breakfast’ sebagaimana temuan survei, manajemen Accor mengupgrade restoran-restoran di jaringan hotel Ibis Family dan mengenalkan konsep- konsep baru. “Misalnya konsep live cooking di resto-resto Ibis seperti bisa dilihat Ibis Kemayoran. Tamu bisa langsung melihat bagaimana chef memasak,” tambah Adi.
Dalam menangani program benah-benah ini, Accor menempuhnya dengan hati-hati dan penuh perencanaan. Pasalnya saat renovasi untuk mengupgrade berbagai fasilitas hotel seperti ruang public, interior ruang depan, meeting room, resto dan kamar-kamar, tetap dijaga agar operasional hotel terus berjalan sebagaimana biasa. Dus, tidak tutup atau berhenti sementara.
Dalam hal ini, Accor sudah memililiki tim desain dan technical service yang ditugaskan membantu proses renovasi hotel-hotel kearah konsep yang akan dibangun. Tim itu bekerjasama dengan tim yang dimiliki masing-masing hotel. “Tim desain Accor yang memberikan masukan begini-begitu karena standar dan spec sudah dirumuskan sebelumnya. Tinggal bagaimana melakukan deployment konsep itu dengan kontraktor dan tim hotel itu sendiri,” ungkap Adi Satria. Tim di masing-masing hotel tentu menjadi pemeran utama karena mereka tahu persis kondisi hotel agar renovasi berjalan tanpa mengganggu. Karena itu pula prosesnya butuh waktu lebih lama, dan dijalankan bertahap.
Bukan hanya itu tantangannya, upaya revitalisasi ini juga harus melewati proses diskusi dengan masing-masing pemilik hotel (property owner). Maklum, untuk menyukseskan program ini, butuh ketersediaan capital expenditure dari para pemilik hotel untuk berbagai biaya renovasi fisik bangunan. Dengan kata lain, melibatkan pekerjaan investasi. “Tidak sulit meyakinkan para owner hotel karena mereka tahu perkembangan pasar dan demi masa depan mereka. Hotel-hotel ini kan asset mereka yang harus di-maintain, supaya lebih modern dan representatif. Jadi mereka nggak keberatan,” ungkap Adi Satria. Pos biaya terbesar biasanya dialokasikan untuk merenovasi fisik seperti kamar-kamar dan public area seperti reception area, resto, dan ruang tunggu.
Program renovasi seperti itu berlaku bagi hotel-hotel yang sudah lama dalam portolio pengelolaan Accor. Untuk jaringan hotel Ibis Family yang baru dibuka dalam tiga tahun terakhir, sudah pasti langsung mengikuti konsep baru dan positioning baru sesuai temuan survei. Contohnya Hotel Ibis Budget di Surabaya, Makassar, dan Semarang, atau juga Ibis Style di Kuta, Bali. Di hotel-hotel baru tersebut konsep produknya, mulai dari aspek kamar tidur (bedding), fasiltas shower air, hingga konsep public area sudah langsung di-set dengan konsep baru yang diinginkan.
Maklum, dalam dua tahun terakhir jaringan Ibis Family memang gencar membuka hotel baru. Bila akhir akhir 2012 jumlah hotel yang dikelola baru 20 hotel, maka per saat ini sudah 36 hotel. Rinciannya terdiri dari 12 hotel Ibis Style, 18 Hotel Ibis dan 6 hotel Ibis Budget. “Dua tahun ini kita agresif. Beberapa hotel baru dalam Ibis Family yang dibuka tahun in misalnya Ibis di Padang, Cawang (Jakarta), Jakarta Senen, dan Gading Serpong, lalu Ibis Style Daan Mogot dan Ibis Style Jakarta Airport. Kita juga akan buka beberapa hotel baru di Bandung,” jelas Adi Satria yang juga pernah berkarir sebagai Director of Revenue Management di InterContinental Hotels Group itu.
Yang menarik, meski hotel Ibis Family bermain di seputar segmen ekonomi, namun dari jumlah kamar per hotel umumnya yang cukup banyak, melebihi para pesaing. Contohnya di dua Hotel Ibis Style yang dibuka tahun 2014 ini, yakni Ibis Styles Jakarta Mangga Dua Square (210 kamar) dan Ibis Styles Bandung Braga (193 kamar). Pun untuk segmen Hotel Ibis Budget yang terdiri dari 6 hotel, masing-masing punya jumlah kamar diatas 120 kamar. Paling sedikit terdapat di Ibis Budget Makassar Airport (121 kamar), sementara Ibis Budget Semarang Tendean (160 kamar) dan Ibis Budget Daan Mogot (220 kamar).
Adith RAHARJO, pakar manajemen hotel melihat apa yang dilakukan Accor terhadap jaringan hotel dalam Keluarga Ibis merupakan langkah brilian. “Ini strategi brillian dari kelompok Accor untuk mengurangi brand dengan nama berbeda yang menyasar segmentasi yang relatif sama. Dengan cara itu akan lebih fokus pada nama “ibis”, sekalipun sebenarnya mereka membanguni standarisasi baru yang lebih marketable dan spesifikasi yang berbeda,” kata Adith yang berpengalaman lama sebagai eksekutif di beberapa hotel itu. Perbedaan logo yang digunakan, kata Adith, juga cukup cerdas, yakni hanya mengunakan warna dasar berbeda sebagai background dari logo ibis, namun tidak mengurangi sentuhan dan gaya ibis secara keseluruhan.
Adith melihat langkah Ibis sebagai brand simplification” dari Accor untuk memperkuat brand “ibis” secara total. Hanya saja ia melihat, dalam proses revitalisasi brand yang dilakukan masih tetap memiliki kesan “westernize touch” sangat dominan dan kental. “Saya tidak melihat sentuhan local yang cukup kuat dimasukkan kedalam revitalisasi. Baik musik maupun interior, dan seragam karyawannya. Saya menegerti betul bahwa brand international memiliki standarisasi kuat, namun demikian khusus di Indonesia akan lebih bijak jika brand international mencoba menggabungkan local content,” pesan Adith.
Perkembangan pasar hotel ekonomi kedepan akan semakin seru, menurut Adith, karena semakin banyak pemain yang masuk. Termasuk banyak brand international yang juga masuk ke segmen itu, misalnya jaringan Hilton mengusung brand Double Tree, lalu muncul Holiday Inn Express (IHG), Zest ( Swiss-Belhotel), juga Best Western Plus (Best Western ). Belum lagi pemain lokal seperti Santika Group, Kagum group, Dafam group, dan Grand Zuri yang juga mulai berhasil berdiri dan mengambil kesempatan. “Para pemain juga harus hati-hati ekspansi, jangan sampai oversupply,” pesan Adith yang juga pendiri a-plus Hospitality Indonesia.
Adi Satria sendiri opptimis Ibis Family tetap akan memimpin pasar hotel ekonomi di Indonesia. Terlebih dari proses revitalisasi yang dilakukan juga cukup berhasil dan tidak mengganggu operasional bisnis. “Rata-rata tingkat okupansi di jaringan Ibis Family diatas 80%. Secara brand equity dan awareness, di kelas ekonomi ini kita juga market leader atau nomor satu,” Adi Satria menjelaskan. Kini pihaknya sedang merampungkan proses renovasi di beberapa hotel yang belum selesai. “Kita jalankan dengan pelan-pelan, floor by floor, supaya tidak menganggu. Hasilnya proses ini tidak membuat shock dan bisnis masing-masing hotel berjalan dengan baik,” kata Adi.
Dengan jaringan internasional yang dimiliki, ia yakin Ibis Family tetap akan menjadi pemimpin. “Kita punya kekuatan dalam hal sales and marketing. Kita punya jaringan pemasaran online global yang sudah dikunjungi 250 juta visitior dengan semua bahasa. Program loyalty kita juga berjalan baik dan Indonesia sudah ada hampir 700 ribu member,” ungkap Adi.
Pun dari sisi SDM, Adi yakin SDM Ibis Family sanggup berkompetisi dan pihaknya tidak akan kekurangan pasokan SDM terbaik meski muncul jaringan hotel baru yang mungkin saja akan membajak karyawannya. “Kita punya Accor Academy yang selalu melatih dan mem-produce SDM-SDM berkuliatas. Prospek jenjang karir di Accor Group juga sangat luas karena banyaknya hotel yang dikelola, tidak hanya Ibis. Ada Novotel, Mercure, dan sebagainya. Karyawan terbaik akan cerah masa depannya di Accor,” sebut Adi. Ia membeberkan, selama ini 60% GM di hotel-hotel Accor Group (tak hanya Ibis Family), diisi oleh SDM-SDM lokal. Ia menunjuk contoh beberapa GM lokal yang mengepalai hotel seperti Ibis Style Jakarta Airport, Ibis Padang, dan Ibis Style Kuta Cyrcle. “Disini career growth banyak. Banyak GM kita yang memulai karir dari bellboy,” ungkap Adi optimis.
Betul pesan dari Adith Rahardjo, bahwa hotel hanyalah tumpukan batu bata, ditambah furniture dan technologi. Betapapun sukses tidaknya sebuah hotel akan sangat tergantung pada orang-orang yang bekerja di dalamnya. Dus, proses pembenahan jaringan Ibis Family dan segala renovasi fisik yang dilakukannya masih akan menghadapi tantangan persaingan sengit. Termasuk di dalamnya persaingan memperebutkan para SDM terbaik di bidang perhotelan yang menjadi kunci sukses bisnis hotel. Kita tunggu potret berikutnya!
Baca juga info terkait :
- Bila Anda Sedang Cari Investor Untuk Kerjasama Bisnis
- Kesan Menginap Di Mercure Karawang, Asyik dan Ingin Kembali Lagi
- Pengalaman Saya Menginap di Hotel Mercure Ancol